Membaca buku Indonesia Mengajar membuat saya berkaca dan merenung. Miris pasti, tapi kenyataan itu ada.
Dan tidak ada yang bisa saya bandingkan dan bayangkan, perjuangan para guru muda disana. Bangga akan adanya mereka,dan mereka yang peduli akan orang lain. Kapan giliran saya ya? :p, hanya waktu yang akan menunjukkan jalan mana yang harus saya tempuh untuk peduli dengan orang lain.
Mengajar di salah satu Universitas ternama di Jakarta benar-benar saya tidak bisa bandingkan dengan para guru muda di Indonesia Mengajar, segala fasilitas yang amat luar biasa sudah disiapkan (meski saya terkadang mengeluhkan AC yang kurang dingin, komputer yang lambat, LCD yang kurang jelas, dll) membuat saya (sekarang) banyak amat bersyukur tidak perlu kehujanan, amat kepanasan, perjuangan, dll.
Karena saya juga baru kembali dari Pulau Maratua dan homestay pas persis di samping sebuah sekolah SD dengan siswa/i 150 dengan guru 11 orang, kondisi sekolah yang baik sekali (karena tidak bisa dibandingkan :p) dimana mereka tinggal di pulau itu dengan genset yah blm ada listrik ada sih tp dari PLTS (tenaga surya) yang hanya cukup buat lampu dapur dan keluarga hahaha..Melihat kondisi ini saja saya terdiam hehe, perjuangan kesini cukup lumayan saudara2 meski kondisi ekonomi mereka lumayan baik, meski ada cafe/mall di kota terdekat (tarakan/berau) yang tetap harus ditempuh 3-6 jam tergantung jenis boat :p. Dibanding kampus tempat saya mengajar? dimana mall bertebaran berserta cafe2 plus segala kenikmatan duniawi.
Mengajar di Universitas dengan menghadapi "maha" siswa/i ternyata mirip seperti di buku Indonesia Mengajar :p haha, seriusan??? yup.. Meski tidak ada tindakan fisik disini, karakter mereka lah yang membuat saya banyak belajar terus.. Saya amat strict terhadap jam masuk (yang tidak boleh telat lebih dari 30 menit dari jam masuk, sesuai peraturan kampus) dan ini pun jangan heran, akan banyak alasan/cerita keterlambatan mereka.. Bukan saya tidak percaya, namun jam perkuliahan itu lebih free dibanding SD/SMP/SMU dan yang sering terlambat biasanya dia lagi dan dia lagi (tidak semua ya :p)..
Saya selalu percaya mereka akan menjadi orang hebat dan pandai tapi menurut pribadi saya, mereka kurang bersyukur, terlalu lemah/bergantung, terlalu banyak nikmat dari orang tua mereka yang telah diberikan kepada mereka. Dari gadget serba canggih, mahal dan up to date mereka punya (tidak bisa dibandingkan kan :p), saya tahu mereka rata2 datang dari keluarga menengah ke atas dan mungkin selalu melihat ke atas. Saya juga seperti itu dulu melihat mereka yang diatas selalu pasti bahagia, padahal kenyataannya tidak seperti itu ibarat rumput tetangga yang selalu lebih hijau :p haha..
Banyak pengalaman yang saya dapat disini *makanya saya betah mengajar :p, ada beberapa kategori jenis kelas menurut saya :
1. Kelas Ulangan :
Kelas ini terdiri dari mereka yang sudah mengulang mata kuliah yang sama lebih daru 1 kali bukan karena mereka tidak bisa, kebanyakkan karena mereka malas (kog bisa tahu? hehe pernah lihat hasil ujian mereka? cuma kosong melompong, ataupun menyalin soal ujian, atau menjawab yang saya juga tidak mengerti) tapi ada juga jg berusaha (saya kagum sama mereka, dikelas pun mereka akan kelihatan excited). Overall ngajar kelas ini cenderung lebih santai karena mereka pendiam *selalu hening*, suka bingung, dan terlihat pasrah karena sering banyak yang tidak masuk (bingungkan? sama :p sering kali dari 40 mahasiswa/i pada akhirnya yang bertahan dikelas tidak lebih dari 30 yang lulus setengahnya :p).. Terkadang mereka sudah ada yg bekerja juga jadi amat terganggu dengan jadwal kuliah (yah mereka memprioritaskan pekerjaan), dan berbagai kesibukkan mereka yang sulit saya definisikan :p.
2. Kelas Unggulan
Berbeda mengajar kelas yang pintar-pintar ini harus siap bawa alat perang hehe, semua harus disiapkan dengan sangat baik (sering kali mencari google pd saat mengajar demi menjawab pertanyaan mereka #ups ketauan hahaha).. Mereka akan amat welcome, cenderung ceria bersahabat dan nice. Ujian, tugas akan smooth sekali, mengajar kelas jenis ini luar biasa menyenangkan. Tapi kenyataannya mendapatkan kelas ini amatlah jarang ;p..
3. Kelas so - so
Yah kelas so-so semua serba so-so, menyenangkan menarik tapi ya so-so :p haha, lebih cenderung stabil dan flat. Tp tidak semua seperti itu, banyak hal yang saya pelajari dari mereka. Misalnya seperti kemarin di pertemuan 10, saya memberikan tugas kelompok (saya sudah membagi kelompok di pertemuan 3), saya melihat satu orang mengerjakan tugas sendiri. kemudian saya menanyakkan dimana kelompoknya, dan dia menjawab dia tidak punya kelompok (saya kaget, karena saya sudah memastikan setiap orang punya kelompok, saya sudah menginformasikan melalui forum di internet juga, dan di dalam kelas). Saya langsung menjawab tidak mungkin saya sudah make sure setiap orang punya kelompok, saya bertanya apa kamu sudah cek di forum? dia menjawab saya tidak pernah membuka forum tersebut *hening, 10 minggu kemana aja ....* (kurang bersyukur kah? meski semua dalam genggaman mereka). Saya langsung bertanya dikelas apa ada nama ini dikelompok kalian. Dan satu kelompok pun menjawab kelompok kami pak, tapi dia memang ga pernah masuk. *hening lagi, saya mengecek absen ternyata dia sudah 3x tidak masuk kelas saya* (kala itu membuat saya berpikir salah saya? teman2 saya? kampus? teman2 dia? yah pertanyaan retoris karena saya sudah malas dengan anak itu karena jawabannya yg polos :p)
Dan percaya atau tidak kebanyakkan dari mereka amat pemalu, ditanya *hening* dikasih tugas *nawar seperti dipasar*, bahas kisi2 dan nilai *seperti rapat parlemen, banyak interupsi dan pd intinya mereka butuh jawaban dan soal ujian*. Banyak hal yang saya sudah coba lakukan untuk mengendalikan kelas baik dengan ancaman, sindiran, ataupun pasrah. Yah saya tahu itu belum cukup dan banyak hal yang harus saya pelajari dikemudian hari. Dan ternyata ada juga yang gitu *toss* di halaman 198 (Saya Belajar, Maka Saya Ada) oleh Nila Pungky Ningtias , di buku Indonesia Mengajar ada kutipan yang saya juga setuju :p :
"Ya, saya memang seorang guru, bukan malaikat yang bisa menyelamatkan hidup mereka seratus persen dari kesulitan. Dan, keseharian yang saya jalanin adalah kehidupan seorang guru, bukan orang suci. Manusia, lebih kurang dan keseimbangannya. Itu sebabnya saya belajar. Saya belajar, maka saya ada"
Dan kemarin pas bener saya menemukan "quotes" ini ketika saya sedang keliling mengawasi tugas yang saya berikan :
Orang pesimis tidak bisa bahagia..
Orang pemimpi menunda untuk bahagia..
Orang hedonis cuma sekarang bahagia..
Orang bijak sekarang dan selamanya bahagia..
Orang pemimpi menunda untuk bahagia..
Orang hedonis cuma sekarang bahagia..
Orang bijak sekarang dan selamanya bahagia..
Ketika saya memberikan "quotes" yang saya dapatkan dari baju mahasiswa saya #salahfokus :p, salah satu teman saya langsung menjawab "i choose number 4". Yah sepertinya semua orang akan memilih itu :), dan saya juga ingin nomor 4, tapi saya tahu yang saya sedang jalani bukan nomor itu tetapi nomor lain. Banyak hal yang bisa direnungi dan dipelajari selain dari keteraturan dalam hidup, hal-hal kecil yang menggugah hati itu penting dan harus pandai untuk dicari. Akhir kata berjuang menjalani hidup dengan bersyukur dan bahagia selalu sehat akan menjadi impian saya saat ini :-D.
Dan saya rasa kutipan dari halaman 204 (Tentang 4.5 Jam) oleh Rusdi Saleh, dari buku Indonesia Mengajar ini pas :p :
"Tidak ada salahnya dan alangkah indahnya untuk urusan duniawai kita menengok ke bawah dan tidak selalu ke atas"
-danny williams-